Rabu, 20 September 2017

KRONOLOGI FOTO BERSAMA PANITIA

Untuk bisa berfoto bersama dengan Mba Mentari Budiana Nur Hassanah , kelompok kami membuat janji terlebih dahulu, setelah itu kami bertemu dengan Mba Mentari, berbincang-bincang sambil menunggu teman kami yang belum datang, setelah teman kami datang barulah kami melakukan selfie bersama.
Yang kedua, kami berusaha untuk mencari panitia BTOPH lainnya yang mau diajak untuk melakukan wefie. Saat kami memasuki lobby gedung Kesehatan Masyarakat, kami bertemu dengan Mas Kinaryo Sawung Pamungkas yang sedang duduk di sofa lobby gedung kesehatan masyarakat. 2 teman kelompok kami menghampiri Mas Kinaryo dan meminta izin apakah kami boleh berfoto bersama atau tidak, dan ternyata Mas Kinaryo menyetujuinya, kemudian kami pun melakukan selfie bersama.
Setelah itu kami pun menuju ke arah tangga dan gazebo untuk mencari panitia yang mau untuk diajak foto bersama. Kemudian di dekat gazebo, kami bertemu dengan Mba Erika Astari Maharani Langsung saja kami bertanya apakah Mba Erika bersedia untuk kami minta foto bersama, dan Mba Erika pun menyetujuinya. Berikut merupakan hasil selfie yang kami ambil :

Minggu, 17 September 2017

BIOGRAFI TOKOH KESEHATAN (BOENTARAN MARTOATMOJO)

BIOGRAFI TOKOH KESEHATAN (BOENTARAN MARTOATMOJO)
Boentaran Martoatmodjo (lahir di Loano, Purworejo11 Januari 1896 – meninggal di Jakarta3 Oktober 1979 pada umur 83 tahun)pada umur 79 tahun adalah Menteri Kesehatan Indonesia yang pertama pada masa Kabinet Presidensial.
Sejak tercatat sebagai dokter pada tahun 1918, ia mulai menjadi anggota partai politik secara tidak terang-terangan. Selain itu ia tercatat aktif dalam lapangan pengajaran dan kegiatan olah raga. Bersama dengan Mr. Budhyarto mendirikan Persatuan Tenis Indonesia (PELTI) sebagai saingan dari kumpulan tenis orang Belanda (NIL TB Nederland Indie Lawn Tennis Bond). Setelah itu, pria kelahiran Purworejo, Jawa Tengah, 11 Januari 1896 ini melanjutkan studinya ke negeri Kincir Angin, Belanda. Di sana ia bergabung dengan Perhimpunan Indonesia (PI) tahun 1928-1931, bahkan ia menjadi anggota Kongres Liga menentang Imperialisme dan Kapitalisme yang diselenggarakan di Brussel, Belgia.
Sebagai seorang dokter yang bekerja pada pemerintah Belanda dan rumahnya selalu digunakan tempat pertemuan PI, maka pada tahun 1930 diancam untuk dipulangkan ke Indonesia karena membantu gerakan PI. Namun atas bantuan Prof. Flu, ia pun tidak jadi dipulangkan dan ditunda sampai menyelesaikan gelar Doktoralnya.
Setelah menyelesaikan doktoralnya di Belanda, Boentaran Martoatmodjo kemudian bekerja di Rumah Sakit CBZ, Jakarta selama 1931-1933 bagian penyakit dalam. Tahun 1932-1938 bekerja di Jawatan Pemberantasan Lepra Semarang. Tahun 1938-1941 menjadi dokter Karesidenan Banyumas. Tahun 1941-1945 menjadi Direktur CBZ Semarang. Pada tahun 1945 menjadi Kepala Jawatan Kesehatan Pusat, Jakarta.
Selain itu, Boentaran Martoatmodjo banyak berjuang mengusir Kolonial Belanda hingga Jepang, bahkan ia juga menjadi anggota BPUPKI  dan PPKI untuk mempersiapkan Indonesia merdeka. Setelah Indonesia merdeka, Soekarno kemudian mengangkatnya menjadi Menteri Kesehatan pertama pada 19 Agustus 1945-14 November 1945.
Pada tahun yang sama, Seokarno mengeluarkan surat perintah untuk membentuk Palang Merah Indonesia (PMI) pada tanggal 5 September 1945. Ia pun kemudian menjadi Ketua PMI Pusat pada 1945 hingga 1949.

Setelah menjabat Ketua PMI, kemudia Boentara menjabat anggota Seksi Kemasyarakatan Bappenas pada tanggal 21 September 1959-18 November 1959. Ia akhirnya meninggal dunia di Jakarta, 3 Oktober 1979.

REVIEW MATERI BTOPH 2017

REVIEW MATERI BTOPH 2017

1.      REVIEW MIRACLE
Miracle disini kita bisa mengartikan nya sebagai visi dari lulusan kesehatan masyarakat. Materi Miracle ini disampaikan oleh Bapak Budi Aji sebagi dosen di jurusan Kesehatan Masyarakat di Universitas Jenderal Soedirman. Materi Miracle ini disampaikan pada acara BTOPH hari pertama.
Miracle yang dibahas disini adalah visi dari lulusan Kesehatan Masyarakat. Kata Miracle sendiri memiliki arti sendiri sendiri pada setiap hurufnya. M yang berarti Manager. Manager yang dimaksud adalah kita dapat mengelola atau memanage. Yang tentu saja berhubungan dengan kesehatan, jadi yang dimaksud adalah mengelola program dari kesehatan yang berhubungan dengan masyarakat. Selanjutnya adalah I yang artinya Innovator. Ini berarti para lulusan kesehatan masyarakat sendiri mampu melakukan pendekatan secara inovatif dan mampu melakukan pembaharuan di bidang kesehatan masyarakat dan mampu mengembangkannya pula. Lalu ada huruf R yang artinya Researchers. Artinya kita harus mampu melakukan penelitian dengan kreatif agar mampu mengembangkan kesehatan di Indonesia dan juga kita bisa menjelajahi untuk dapat mengetahui tingkat kesehatan yang ada di Indonesia. Selanjutnya ada huruf A yaitu Apprenticer. Yang berarti adalah melakukan pelatihan seperti contohnya adalah magang. Kita dapat mempelajari pembelajaran kehidupan dari pelatihan tersebut. Selanjutnya huruf C yang artinya Communitarian yaitu artinya mereka mampu berkomunikasi dengan masyarakat setempat dan juga mampu bekerja dan bekerja sama di tengah kehidupan masyarakat. Huruf L artinya adalah Leader. Kepemimpinan. Mereka mampu memimpin untuk mengambil keputusan yang dibuat dan mampu menemukan visi maupun misi di bidang Kesehatan Masyarakat. Lalu huruf E. Yaitu Educator. Kita mampu menjadi sarana edukasi dan juga mampu untuk mendidik semua orang dari anak kecil hingga tua atau dewasa untuk menjaga pola hidup sehat.
Lulusan Dari Sarjana Kesehatan Masyarakat atau biasa kita singkat menjadi SKM tidaklah mudah. Kita adalah agen perubahan atau biasa disebut sebagai agen preventif atau pencegahan. Untuk menjadi lulusan Sarjana kesehatan masyarakat yang survive, kompetensi yang dibutuhkan adalah computer literacy. Kita mampu dan dapat menjalankan di bidang IT. Kita mampu memberikan penyuluhan maupun sosialisasi melalui internet dan media massa lainnya. Lalu ada juga Critical system thinking. Kita mampu berpikir kritis untuk menjadi sarjana kesehatan masyarakat. Kita bisa mengembangkan pikiran kita untuk mendapat hasil yang baik. Ada juga Ability to serve. Yaitu kita mampu melakukan servis untuk para masyarakat dengan baik. Dengan sabar ramah dan mampu berkomunikasi dengan para masyarkat.
Ada juga hambatan bagi para lulusan sarjana kesehatan masyarakat. Tidak punya penglaman dalam bekerja. Tidak adanya pengalam menjadi faktor mengapa lulusan SKM susah untuk mendapat pekerjaan. Kurangnya relasi dengan orang orang mapun rekan. Kurangnya komunikasi dan tidak adanya kontak dengan sesama manusia akan menyusahkan lulusan SKM dalam mencari pekerjaan. Lalu ada juga kurangnya persaingan di bidang kesehatan masyarakat. Tidak adanya tantangan dan persaingan akan menyusahkan dalam mencari pekerjaan.
Prospek dalam lulusan SKM nantinya sangat banyak. Ada pengelola program kesehatan, BPJS Kesehatan, Adminsitrasi Kesehatan, Kepala Puskesmas, Penyuluh kesehatan, Ahli k3, Analis Kesehatan, Ahli Kesehatan Lingkunhgan, Sanitarian, Epidermiologi ksehatan, dan masih banyak lagi. Jadi jangan takut menjadi lulusan SKM nanti karena prospek di dunia pkerjaan nanti sangan banyak. Jangan takut untuk berpendapat. Karena tugas dari lulusan SKM nanti adalh untuk mencegah bukan mengobati dan Lulusan SKM sendiri terbukan terhadap perubahan.
2.      REVIEW PENGMABA (PENGABDIAN MASYARAKAT)
Selanjutnya ada pembahasan mengenai pengabdian masyarakat atau biasa disebut pengmaba. Pengabdian Masyarakat tidak asing lagi ditelinga kita sebagai Mahasiswa, mengapa sering kita dengar kalimat pengabdian masyarakat ketika kita menjadi Mahasiswa lalu apa itu pengabdian masyarakat.  Pengabdian disini bisa kita sebut dengan banyaknya sosialisasi untuk para masyarakat. Pengmaba ini dilaksankan oleh para mahasiswa jurusan kesehatan masyarakat. Seperti Jurusan kesehatan masyarakat di Universitas Jenderal Soedirman. Universitas Jenderal Soedirman sendiri memiliki desa binaan untuk mahasiswa melakukan eksperimen dan melakukan sosialisasi untuk para warga. Pengmaba tahun ini kita ingin membuat jamban sehat bagi setiap rumah di desa binaan tersebut.
Seperti yang kita tahu bahwa pengabdian sendiri tertuang dalam tri Dharma perguruan tinggi. Jadi di Jurusan kesehatan Masyarakat sendiri, kita sudah menerapkan Tri dharma dalam kehidupan para mahasiswa.
Pengabdian masyarakat ini biasanya ditujukan kepada para mahasiswa baru. Para mahasiswa baru dilatih untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat agar nanti tidak kaget saat melakukan penyuluhan di suatu tempat.  
Kita tahu bahwa pengabdian kepada masyarakat adalah serangkaian kegiatan yang meningkatkan kualitas kehidupan pada masyarakat. Pengabdian masyarakat adalah suatu gerakan proses pemberdayaan diri untuk kepentingan masyarakat. Pengabdian masyarakat seharusnya bersifat kontinual dan jangka panjang karena dalam membangun sebuah masyarakat dibutuhkan proses yang panjang. Banyak aspek yang harus disentuh untuk menjadikan suatu masyarakat itu baik, karakternya, budayanya, sampai pola pikirnya juga harus kita sentuh untuk benar-benar menciptakan sebuah masyarakat yang beradab. Yang paling sering kita dengar dalam pengabdian masyarakat ialah bakti sosial atau yang biasa disingkat “baksos”.
Bakti Sosial sendiri sering kita lakukan. Masyarakat sendiri juga banyak yang melakukan Bakti sosial walaupun merekan bukan dari jurusan kesehtan masyarkat. Bakti sosial juga ditujukan untuk meningkatkan kemakmuran para warga.
Ada tahapn dalam pemberdayaan masyarakat. Yaitu penyadaran. Penyadaran disini yaitu memeberikan motivasi dan menumbuhakn kepercayaan diri bagi masyarakat sendiri. Kemudain peningkatan kemampuan yaitu menambah pengetahuan, ketrampilan dan perilaku bagi masyarakat. Lalu ada tahapn terakhir yaitu pemberdayaan. Yaitu mahasiswa dan warga melakuakan pertisipasi dan memecahkan masalah yang dihadapi dengan bersama – sama.
Langkah langkah pemberdayaan diantaranya persiapan lalu pengkajian, perencanaa, pelaksanaan dan juga monitoring lalu evaluasi.
Dalam pemberdayaan sendiri memiliki prinsip diantaranya community organizer dan community Development.
Pada saat melakukan penyuluhan ada beberapa cara juga diantarnya yaitu kenali sasaran terlebih dahulu. Yaitu mengetahui jenis kelamin latar pendidikan usia maupun budaya. Yang kedua adalh kuasai materi yaitu terdiri dari isi materi dan alat untuk interaktif. Lalu melakukan rencana kegiatan. Yaitu bina suasana, metode pengajakan dan menindak lanjuti. Kemudian kita melakukan interaksi dan juga diskusi bagaimana untuk menanggulangi hal yang dibicarakan dan melakukan pengeluaran pendapat antara mahasiswa dan juga para warga.  Lalu ada modifikasi kegiatan yaitu kita mampu menggunakan bermain, ice breaking, sebagai acar untuk bersenang senang agar saat penyuluhan tidak merasa bosan bagi para warganya. Lalu kita juga harus mampu melihat budaya lokal pada suatu tempat untuk mengetahui apa yang haru kita lakukan untuk mengubah pola hidup warga pada tempat tersebut.
Lalu tahap selanjutnya ada kuasai masalah maupun materi. Kita bisa mengajak warga untuk berfikir secara logis. Para warga dianjurkan untuk mampu mengeluarkan pendapat mereka agar kita mampu tahu apa yang dibutuhkan di temapt tersebut.
3.      REVIEW ADVOKASI
Apa sih arti dari advokasi sendiri? advokasi adalah kombinasi kegiatan individu dan sosial yang dirancang untuk memperoleh komitmen politis, dukungan kebijakan, penerimaan sosial dan sistem yang mendukung tujuan atau program kesehatan tertentu dan mampu untuk mencapai perubahan. Advokasi adalah usaha mempengaruhi kebijakan publik melalui berbagai macam bentuk komunikasi persuasif. Lalu ada menurut Foss & Foss ; Toulmin, advokasi adalah upaya persuasif yang mencakup kegiatan penyadaran, rasionalisasi, argumentasi, dan rekomendasi tindak lanjut mengenai sesuatu.

Lalu apa sih Advokasi kesehatan? Advokasi kesehatan adalah advokasi yang dilakukan untuk memperoleh komitmen atau dukungan dalam bidang kesehatan, atau yang mendukung pengembangan lingkungan dan perilaku sehat.

Kata kunci dalam proses atau kegiatan advokasi ini adalah pendekatan persuasif, secara dewasa, dan bijak, sesuai keadaan, yang memungkinkan tukar pikiran secara baik

Sasaran advokasi kesehatan adalag berbagai pihak yang diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap upaya kesehatan, khususnya para pengambil keputusan dan penentu kebijakan di pemerintah, lembaga perwakilan rakyat, mitra di kalangan pengusaha/swasta, badan penyandang dana, media masa, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan. Semuanya bukan hanya berpotensi mendukung, tetapi juga mentang atau berlawanan atau merugikan kesehatan.
Pelaku Advokasi adalah siapa saja yang peduli terhadap upaya kesehatan, dan memandang perlu adanya mitra untuk mendukung upaya tersebut. Pelaku advokasi dapat berasal dari kalangan pemerintah, swasta, perguruan tinggi, organisasi profesi, LSM, dan tokoh berpengaruh. Diharapkan mereka memahamipermaalahan kesehatan, mempunyai kemampuan advokasi khusunya melakukan pendekatan persuaif, dapat dipercaya, dan sedapat mungkin dihormati atau setidaknya tidak tercela khusunya di depan kelompok saaran.
Tujuan Umum dari advokasi sendiri adalah diperolehnya komitmen dan dukungan dalam upaya kesehatan, baik berupa kebijakan, tenaga, dana, sarana, kemudahan, keikutsertaan dalam kegiatan, maupun berbagai bentuk lainnya sesuai keadaan dan usaha.
Ada juga Tujuan Khususnya yaitu, Adanya pemahaman atau pengenalan atau kesadaran, adanya ketertarikan atau peminatan atau tanpa penolakan, adanya kemauan atau kepedulian atau kesanggupan untuk membantu dan menerima perubahan, Adanya tindakan/perbuatan/kegiatan nyata (yang diperlukan), Adanya kelanjutan kegiatan (kesinambungan kegiatan)
Terdapat lima pendekatan utama dalam advokasi, yaitu melibatkan para pemimpin, bekerja sengan media massa, membangun kemitraan, memobilisasi massa, dan membangun kapasitas. Strategi advokasi dilakukan melalui pembentukan koalisi, pengembangan jaringan kerja, pembangunan institusi, pembuatan forum, dan kerjasama bilateral.
Langkah-langkah Pokok dalam Advokasi adalah identifikasi dan analisis masalah atau isu yang memerlukan advokasi, identifikasi dan analisis kelompok sasaran, siapkan dan kemas bahan informasi, rencanakan teknik atau cara kegiatan operasional, laksanakan kegiatan, pantau dan evaluasi serta lakukan tindak lanjut.
Tahapan dalam advokasi ada 3 diantaranya kajian, lobying audensi dan aksi. Kajian itu diantaranya adalah pengumpulkan aspirasi yang akan disampaikan kepada petinggi agar di setujui. Lalu lobying adalah kita mengeluarkan argumen kita mapun pendapat kita kepada petinggi. Jika disetujui disini kita tidak perlu untuk menuju tahap selanjutnya yaitu audiensi maupun aksi. Jika ditolak kita bisa lanjut ketahap selanjutnya yaitu audiensi yaitu meningkatkan argumen tetapi kita membawa massa. Kita bisa mengungkapkan dengan cara melakukan aksi, teatrikal dan lainnya. Audiensi ini bisa dibarengi dengan aksi. Selanjutnya adalah aksi, aksi disini adalah aksi damai bukanlah aksi yang dilakukan hingga timbul perkelahian. Para mahasiswa melakukan longmarch maupun yang lainnya agar aspirasi para mahasiswa dapat disampaikan dan disetujui oleh para petinggi


Sabtu, 16 September 2017

Artikel Penelitian
24
Korespondensi: Qomariyatus Sholihah, Departemen K3 IKM FK Universitas
Lambung Mangkurat, Jl. A. Yani Km 36,3 Banjarbaru 70714 Kalimantan
Selatan, No. Telp: 05114772747, email: qoqom_kuncoro@yahoo.co.nz
Abstrak
Penambangan batu bara merupakan salah satu sumber pencemaran udara
berupa partikel debu batu bara yang dapat mengganggu kesehatan pernapasan bila terhirup manusia. Risiko kerja yang sering terjadi dapat berasal
dari faktor pekerjaan atau perilaku pekerja sendiri, di antaranya sif kerja dan
masa kerja. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan sif kerja, masa kerja, dan budaya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dengan
fungsi paru pekerja tambang batu bara. Penelitian ini merupakan desain kasus kontrol dengan jumlah masing-masing sampel untuk kasus dan kontrol
sebesar 178 responden. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober -
November 2014 di PT. X Kalimantan Selatan. Hasil penelitian berdasarkan
uji kai kuadratdidapatkan nilai p = 0,044 untuk sif kerja, 0,028 untuk masa
kerja, dan 0,013 untuk budaya K3. Berdasarkan hasil uji regresi logistik, didapatkan nilai p sif kerja 0,01 dengan OR = 3,934. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara sif kerja dengan fungsi paru, dan tidak terdapat hubungan antara masa kerja dan budaya K3 dengan fungsi paru. Sif
kerja merupakan variabel independen yang paling dominan memengaruhi
fungsi paru.
Kata kunci: Fungsi paru, keselamatan dan kesehatan kerja, masa kerja, sif
kerja
Abstract
Coal mining is one source of air pollution caused in form of coal dust particle that may interfere with health of breathing if inhaled by human.
Occupational risks often occurred may come from occupational factor or
worker’s behavior itself, ones of which are work shift and work period. This
study aimed to determine relations of work shift, work period and occupational health and safety (OHS) culture with lung function of coal mining
worker. This study was control case design with each amount of sample for
case and control was 178 respondents. The study was conducted on
October – November 2014 at PT X in South Kalimantan. Results based on
chi-square test showed p value = 0.044 for work shift, 0.028 for working period and 0.013 for OHS culture. Based on logistic regression test results, p
value for work shift was 0.01 with OR = 3.934. As a conclusion, there is a
relation between work shift with lung function and no relation between working period and OHS culture with lung function. Work shift is an independent
variable most dominantly influencing the lung function.
Keywords: Lung function, occupational health and safety, working period,
work shift
Pendahuluan
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan
suatu upaya untuk menciptakan suasana bekerja yang
aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah menciptakan
produktivitas setinggi-tingginya. K3 mutlak untuk dilaksanakan pada setiap jenis bidang pekerjaan tanpa kecuali.
Pelaksanaan K3 dapat mengurangi kecelakaan kerja sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas
kerja.1
Penambangan batu bara merupakan salah satu sumber pencemaran udara yang dihasilkan dari partikel debu
batu bara. Partikel debu tersebut dapat menyebabkan
gangguan pernapasan bila terhirup manusia. Risiko kerja yang sering terjadi dan banyak menimbulkan kerugian
adalah penyakit paru kerja yang timbul akibat pajanan
debu batu bara dalam jangka waktu lama, yaitu
pnemokoniosis, bronkitis kronis, dan asma kerja.2,3
Setiap tahun di seluruh dunia, dua juta orang mengalami penyakit akibat kerja. Dari jumlah tersebut, terdapat 40.000 kasus baru pneumokoniosis.Menurut
Analisis Sif Kerja, Masa Kerja, dan Budaya Keselamatan
dan Kesehatan Kerja dengan Fungsi Paru Pekerja
Tambang Batu Bara
Analysis of Work Shift, Working Period, and Occupational Health and
Safety Culture with Lung Function of Coal Mine Workers
Qomariyatus Sholihah*, Aprizal Satria Hanafi**, Wanti***, Ahmad Alim Bachri****, Sutarto Hadi*****
*Departemen K3 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat, Indonesia,
**Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat, Indonesia,
***Politeknik Kesehatan Kupang, Indonesia, ****Fakultas Ekonomi, Universitas Lambung Mangkurat, Indonesia,
*****Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat, Indonesia
25
International Labor Organization (ILO) tahun 2013,
2,34 juta orang meninggal setiap tahunnya karena
penyakit akibat kerja. Di Jepang, pada tahun 2011, salah
satu penyakit akibat kerja yang paling besar angkanya
adalah pneumokoniasis, sama halnya dengan di Inggris.5
Angka sakit di Indonesia mencapai 70% dari pekerja
yang terpapar debu tinggi. Sebagian besar penyakit paru
akibat kerja memiliki akibat yang serius, yaitu terjadinya
gangguan fungsi paru dengan gejala utama yaitu sesak
napas.6
Kejadian penyakit akibat kerja tersebut diperkirakan
akibat dari faktor ekstrinsik seperti faktor lingkungan
dan faktor perusahaan serta faktor intrinstik seperti perilaku, sikap, dan kedisiplinan.Penerapan implementasi
program K3 akan memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap peningkatan produktivitas kerja.8
Salah satu faktor yang menyebabkan gangguan fungsi
paru adalah sif kerja. Pekerja tambang batu bara memiliki waktu sif siang (pagi, siang, sore) dan sif malam.
Permasalahan lebih banyak terjadi pada pekerja sif
malam karena irama faal tubuh manusia yang tidak dapat menyesuaikan kerja malam dan tidur.Kerja sif
malam merupakan sistem yang berlawanan dengan irama
sirkadian. Kelainan pola tidur sebagai salah satu bentuk
gangguan irama sirkadian yang dialami pekerja sif memiliki konsekuensi patologis berupa peningkatan kadar
sitokin proinflamasi dalam darah karena penurunan sistem kekebalan dan antioksidan dalam tubuh.10
Penyakit pernapasan tidak hanya disebabkan oleh
debu saja, melainkan dari karakteristik individu seperti
masa kerja yang terkait dengan tingkat pajanan. Masa
kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang telah terpajan dengan debu lingkungan. Selain itu,
kebiasaan merokok juga merupakan salah satu kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. Seorang perokok memiliki risiko kematian 20 kali
lebih besar akibat kanker paru dibandingkan yang
bukan perokok.11 Seseorang yang semakin lama bekerja pada tempat yang mengandung debu, akan semakin
tinggi risiko untuk terkena gangguan kesehatan, terutama gangguan saluran pernapasan.12 Penelitian yang dilakukan pada pekerja tambang batu bara di Kalimantan
Timur tahun 2012 diperoleh sebanyak 45,1% yang
mengalami gangguan fungsi paru obstruktif dengan
masa kerja > 5 tahun dan 16,7% yang masa kerjanya <
5 tahun.13 Menurut Kaligis,implementasi program K3
akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
peningkatan produktivitas kerja. Impelementasi K3
mampu mengurangi angka kecelakaan kerja sehingga
pekerja dapat bekerja dengan lebih baik dan mengurangi angka absensi kerja akibat kecelakaan kerja atau
penyakit akibat kerja.
Berdasarkan data yang diperoleh dari audit internal
PT X tahun 2014, kadar debu di bagian produksi mencapai 4,8 mg/m3. Sedangkan menurut National Institute
of Occupational Safety and Health (NIOSH) tahun 2011,
nilai ambang batas untuk debu batu bara adalah 2
mg/m3. Debu tersebut akan meningkatkan risiko gangguan paru pada pekerja tambang. Semakin lama seorang
pekerja terpajan, maka risiko gangguan paru akan semakin meningkat jika tidak disertai dengan penerapan
K3 yang baik.14
Berdasarkan hasil data klinik di PT X didapatkan
penyakit pekerja adalah sesak napas, common cold, dan
flu. Penelitian tentang kesehatan pekerja di tambang batu
bara PT X perlu dilakukan agar dapat diketahui penyebab keluhan pekerja dan diharapkan dapat meminimalkan penyakit akibat kerja dan tujuan akhirnya dapat
meningkatkan produktivitas pekerja. Tujuan umum
penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan sif kerja, masa kerja, dan budaya K3 dengan fungsi paru pekerja tambang batu bara di PT X.
Metode
Desain studi yang digunakan pada penelitian ini
adalah kasus kontrol untuk mengamati variabel dependen, yaitu gangguan fungsi paru dan variabel independen, yaitu sif kerja, masa kerja, dan budaya K3. Pada
penelitian ini digunakan perbandingan kasus dan kontrol
adalah 1 : 1 sehingga jumlah kontrol sebanyak 178 orang.
Maka, jumlah sampel yang dibutuhkan pada penelitian
ini adalah 356 orang. Sampel diambil menggunakan
teknik simple random sampling. Sampel kelompok kasus
adalah seluruh pekerja tambang batu bara PT X bagian
produksi yang berjumlah 178 orang, sedangkan sampel
kelompok kontrol adalah karyawan bagian manajemen
kantor berjumlah 178 orang.
Instrumen dalam penelitian ini adalah lembar isian
(data identitas dan kuesioner) dengan disertai persetujuan menjadi subjek penelitian, alat uji fungsi paru
(Spirometri) merek BLT-08 Spiro Pro Meter® dan
mouthpiece, timbangan berat badan untuk mengukur berat badan, dan meteran untuk mengukur tinggi badan.
Pengukuran menggunakan instrumen didampingi oleh
petugas medis dari pihak perusahaan. Kuesioner
dibagikan kepada responden untuk mengukur budaya K3
responden, kemudian fungsi paru responden diukur dengan menggunakan spirometri dan mouthpiece. Hasil
dikatakan normal jika besar volume udara yang dikeluarkan dalam satu detik pertama ≥ 80% dari kapasitas
fungsi paru dan dikatakan tidak normal jika < 80% dari
kapasitas fungsi paru. Sedangkan lembar isian digunakan
untuk mengetahui sif kerja dan masa kerja. Data dianalisis menggunakan uji kai kuadrat dengan alpha 95%, kemudian dilanjutkan dengan analisis regresi logistik untuk
analisis multivariat dengan variabel sif kerja, masa kerja,
dan budaya K3. Penelitian ini dilakukan pada bulan
Oktober – November 2014 di PT X.
Sholihah, Hanafi, Wanti, Bachri, Hadi, Analisis Sif Kerja, Masa Kerja, dan Budaya K3 dengan Fungsi Paru
Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 10, No. 1, Agustus 2015
26
fungsi paru pekerja tambang batu bara sif siang ada yang
mengalami penurunan kapasitas fungsi paru di bawah nilai normal, yaitu FEV1 80%. Hal ini sesuai dengan
penelitian Hendryx and Melissa,15 membuktikan bahwa
risiko tinggi pekerja tambang batu bara terhadap terjadinya inflamasi yang menyebabkan risiko gangguan
fungsi paru. Dibuktikan oleh penelitian Sari Mumuya,16
pada tahun 2006 terhadap 299 laki-laki pekerja tambang
batu bara sif siang di Tanzania dengan nilai p = 0,04 (nilai p < 0,05) menunjukkan bahwa risiko bekerja di daerah pertambangan batu bara dapat menurunkan nilai
FEV1% 80.
Berdasarkan data yang diperoleh, terdapat nilai kapasitas fungsi paru pekerja tambang batu bara sif malam
mengalami penurunan dibandingkan sif siang. Penurunan
kapasitas fungsi paru lebih banyak ditemukan pada
pekerja tambang batu bara sif malam. Sif malam menunjukkan penurunan FEV1%, Vmax50, Vmax25 lebih besar dibandingkan dengan sif pagi dan sif siang. Menurut
Zheng,10 sif malam merupakan sistem yang berlawanan
dengan ritme sirkadian. Kelainan pola tidur sebagai salah
satu bentuk gangguan ritme sirkadian yang dialami
pekerja sif memiliki konsekuensi patologis berupa peningkatan kadar sitokin proinflamasi dalam darah karena penurunan sistem kekebalan dan antioksidan dalam
tubuh. Hal ini didukung oleh penelitian Sholihah,17
Hasil
Hasil distribusi sif kerja, masa kerja, budaya K3 dan
fungsi paru pada pekerja tambang di PT X sinergi pada
Tabel 1. Tabel 1 memaparkan hasil berdasarkan analisis
univariat untuk mendapatkan distribusi fekuensi dari
masing-masing variabel independen (sif kerja, masa kerja, dan budaya K3) dan variabel dependen (gangguan
fungsi paru). Hasil penelitian menunjukkan kasus fungsi
paru tidak normal sebesar 57,9% meliputi obstruktif, restruktif maupun keduanya.
Tabel 2 menunjukkan hubungan antarvariabel independen dengan variabel dependen. Seluruh variabel
meliputi sif dan masa kerja, serta budaya 3 memiliki
hubungan yang bermakna secara statistik dengan nilai p
< 0,05. Variabel bebas yang berhubungan dengan variabel terikat (variabel sif kerja, masa kerja, dan budaya
K3) bersama dimasukkan dalam perhitungan uji regresi
logistik metode Enter. Sif kerja merupakan variabel bebas yang berpengaruh paling dominan dengan fungsi
paru (Tabel 3).
Pembahasan
Hasil penelitian dengan menggunakan uji kai kuadrat
menunjukkan terdapat hubungan antara sif kerja dan
fungsi paru pekerja tambang batu bara dikarenakan nilai
p < 0,05. Dalam penelitian ini, terdapat bahwa kapasitas
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kasus dan Kontrol Berdasarkan Variabel Independen
Variabel Kategori Kasus Kontrol Total
Sif kerja Siang 98 (55,1%) 141 (79,2%) 239 (67,1%)
Malam 80 (44,9%) 37 (20,8%) 117 (32,9%)
Masa kerja <5 Tahun 118 (66,3%) 43 (24,2%) 161 (45,2%)
5 Tahun 60 (33,7%) 135 (75,8%) 195 (54,8%)
Budaya K3 Positif 108 (60,1%) 172 (96,6%) 280 (78,7%)
Negatif 70 (39,9%) 6 (3,4%) 76 (21,3%)
Fungsi paru Normal 75 (42,1%) 163 (91,6%) 238 (66,9%)
Tidak normal (obstruktif, 103 (57,9%) 15 (8,4%) 118 (33,1%)
restruktif, campuran)
Tabel 2. Analisis Bivariat Variabel Independen dengan Fungsi Paru
Variabel Kategori Kasus Kontrol Total OR 95% CI Nilai p
Sif kerja Siang 98 (55,1%) 141 (79,2%) 239 (67,1%) 6,326 0,044
Malam 80 (44,9%) 37 (20,8%) 117 (32,9%) 1,829-21,001
Masa kerja < 5 Tahun 118 (66,3%) 43 (24,2%) 161 (45,2%) 4,82 0,028
≥ 5 Tahun 60 (33,7%) 135 (75,8%) 195 (54,8%) 1,743-13,239
Budaya K3 Positif 108 (60,1%) 172 (96,6%) 280 (78,7%) 5,532 0,013
Negatif 70 (39,9%) 6 (3,4%) 76 (21,3%)
Tabel 3. Hasil Uji Multivariat Fungsi Paru
95% CI for EXP (B)
Variabel Bebas B Wald Sig Exp (B)
Lower Upper
Sif kerja 1,360 7,074 0,01 3,934 1,453 2,864
Masa kerja 0,893 2,899 0,076 2,454 0,786 7,567
Budaya K3 1,006 6,655 0,081 2,675 0,965 6,654
27
membuktikan bahwa dinding alveoli tikus wistar yang
dikondisikan sif malam mengalami penebalan lebih signifikan dibandingkan sif siang. Penurunan kapasitas
fungsi paru dapat disebabkan kondisi fisik individu
pekerja yang meliputi mekanisme pertahanan paru,
anatomi dan fisiologi saluran pernapasan serta faktor
imunologis.18 Dibuktikan oleh penelitian Siyoum,19 pada tahun 2014 di Etiopia dengan nilai p = 0,001 yang
menjelaskan bahwa gejala gangguan fungsi paru terjadi
lebih banyak pada pekerja sif malam dibandingkan dengan sif lainnya.
Hasil penelitian dengan menggunakan uji kai kuadrat
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara masa
kerja dan fungsi paru pekerja tambang batu bara, dikarenakan nilai p > 0,05. Penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian Puspita dkk,20 mengenai pengaruh paparan
debu batu bara terhadap gangguan faal paru. Hasil analisis faktor risikonya menunjukkan bahwa masa kerja tidak
memiliki hubungan terhadap kejadian gangguan faal
paru. Dalam penelitian Baharuddin dkk,21 masa kerja 2
- 7 tahun dan 8 - 13 tahun juga tidak memiliki hubungan
dengan gangguan fungsi paru, baru pada masa kerja 14 -
20 tahun mulai terdapat hubungan dengan gangguan
fungsi paru. Beberapa penelitian melaporkan bahwa di
negara yang telah memiliki nilai ambang batas debu,
pneumokoniosis pada penambang batu bara biasanya
terjadi pada individu yang telah bekerja selama > 10
tahun atau paling sedikit 5 - 10 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat bukti yang signifikan antara masa
kerja dengan fungsi paru. Jika masa kerja berhubungan,
diperlukan waktu paparan yang cukup lama untuk dapat
menimbulkan kelainan pada faal paru. Jumlah total suatu
zat yang diabsorsi di paru-paru bukan hanya tergantung
pada lamanya seseorang terpapar dengan debu saja, namun perlu diperhitungkan sifat-sifat kimia dan fisik dari
debu itu sendiri yang terhirup oleh pekerja.22
Penurunan fungsi paru tidak hanya disebabkan oleh
faktor pekerjaan maupun lingkungan kerja, tetapi juga
terdapat sejumlah faktor nonpekerjaan yang dapat menjadi faktor yang memengaruhi maupun menjadi variabel
pengganggu. Hal-hal yang dapat memengaruhi seperti
usia, jenis kelamin, kelompok etnis, tinggi badan, kebiasaan merokok, suhu lingkungan, penggunaan alat pelindung diri, metode pengolahan serta jumlah jam kerja/jam
giliran kerja (sif kerja).23
Faktor lain dalam penelitian ini yang menyebabkan
masa kerja menjadi tidak berhubungan dengan fungsi
paru adalah kadar debu. Pada penelitian ini, kadar debu
batu bara merupakan faktor pengganggu yang tidak dapat dikendalikan karena setiap hari semua pekerja tambang batu bara di bagian produksi berkontak langsung
dengan debu batu bara.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan
antara budaya K3 dan fungsi paru pekerja tambang batu
bara dikarenakan nilai p > 0,05. Penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Duma
dkk,yang mendesain modul menuju selamat sehat sebagai metode dan media penyuluhan K3 yang efektif
meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku K3 (budaya K3) serta tenaga kerja inovatif dalam pengendalian
gangguan kesehatan. Hasil penelitian menyatakan penyuluhan K3 dalam penerapannya selama satu tahun efektif
meningkatkan pengetahuan dan sikap budaya K3, namun belum efektif meningkatkan kesehatan pekerja.
Berdasarkan hasil observasi di PT X, Rantau, Kalimantan
Selatan, nilai ambang batas debu tidak diketahui.
Manajemen perusahaan tambang batu bara hanya menyatakan secara lisan bahwa nilai ambang batas debu dalam
keadaan normal.24 Kadar debu lebih dari 350 mg/m3
udara/hari (OR = 2,8; 95% CI = 1,8 - 9,9) merupakan
salah satu faktor intrinsik yang terbukti berhubungan
dengan penurunan kapasitas paru.6
Berdasarkan kepustakaan, debu yang berukuran antara 5 - 10 mikron bila terhisap akan tertahan dan tertimbun pada saluran napas bagian atas, yang berukuran
antara 3 - 5 mikron tertahan atau tertimbun pada saluran
napas tengah. Partikel debu dengan ukuran 1 - 3 mikron
disebut debu respirabel merupakan yang paling berbahaya karena tertahan atau tertimbun mulai dari bronkiolus terminalis sampai alveoli.25
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan sif
kerja, masa kerja, dan budaya K3 dengan fungsi paru
pekerja tambang batu bara PT X di Kalimantan Selatan.
Daftar Pustaka
1. Duma K, Husodo AH, Soebijanto, Maurits LS. Modul menuju selamat
sehat: inovasi penyuluhan kesehatan dan kesehatan kerja dalam
pengendalian kelelahan kerja. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan.
2011; 14 (4): 213-23.
2. Rikmiarif DE, Pawenang ET, Cahyati WH. Hubungan pemakaian alat
pelindung pernafasan dengan tingkat kapasistas vital paru. Unnes
Journal of Public Health. 2012; 1 (1): 12-7.
3. Hermanus MA. Occupational health and safety in mining–status, New
developments, and concerns. The Journal of the Southern African
Institute of Mining and Metalurgy. 2007; 107: 531-8.
4. Susanto AD. Pnemokoniosis: artikel pengembangan pendidikan keprofesian berkelanjutan. Journal of Indonesian Medical Association. 2011;
61: 503-10.
5. ILO [homepage in internet]. The prevention of occupational diseases.
World day for safety and health at work. 2013 [cited 2014 Dec 5].
Available from: http://www.ilo.org/safework/events/meetings/
WCMS_204594/lang—en/index.htm
6. Meita AC. Hubungan paparan debu dengan kapasitas vital paru pada
pekerja penyapu Pasar Johar Kota Semarang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 2012; 1 (2): 654-62.
7. Susilowati IH, Syaaf RZ, Satrya C, Hendra, Baiduri. Pekerjaan, nonSholihah, Hanafi, Wanti, Bachri, Hadi, Analisis Sif Kerja, Masa Kerja, dan Budaya K3 dengan Fungsi Paru
Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 10, No. 1, Agustus 2015
28
Occupational Medicine. 2007; 36 (2): 299-306.
17. Sholihah Q. Melatonin lowers levels of SOD and number of inflammatory cells BAL wistar strain mice wearing mask PPE, sub acute exposed
by coal dust day and night. Journal Applied Environment Biological
Science. 2012; 2 (12): 652-7.
18. Raju AE, Hansi K, Sayaad R. A Study on pulmonary function tests in
coal mine workers in Khammam District India. International Journal
Physioter Respiratory Research. 2014; 2 (3): 502-6.
19. Siyoum K, Alemu K, Kifle M. Respiratory symptoms and associated factors among cement workers and civil servants in North Shoa, Oromia
Regional State, North West Ethiopia: Comarative Cross Sectional Study.
Journal Health Affairs. 2014; 2: 74-8.
20. Puspita CG. Paparan debu batubara terhadap gangguan faal paru pada
pekerja kontrak bagian coal handling PT. PJB Unit Pembangkit Paiton
[skripsi]. Jember: Bagian Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan
Keselamatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember;
2011.
21. Baharudin S, Roestam AW, Yunus F, Ikhsan M, Kekalih A. Analisis hasil
spirometri karyawan PT. X yang terpapar debu di area penambangan
dan pemrosesan nikel. Jakarta: Departemen Pilmonologi dan Ilmu kedokteran Respirasi Fakulta Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.
22. Komendong DJWM, Ratu JAM, Kawatu PAT. Hubungan antara lama paparan dengan kapasitas paru tenaga kerja industri mebel di CV. Sinar
Mandiri Kota Bitung. Jurnal Kesmas Universitas Sam Ratulangi. 2012;
1 (1): 5-10.
23. Kurniawidjaja LM. Program perlindungan kesehatan respirasi di tempat
kerja manajemen risiko penyakit paru akibat kerja. Jurnal Respirologi
Indonesia. 2010; 30 (4); 217-29.
24. PT. Hasnur Riung Sinerga. Profil dan gambaran men power di PT.
Hasnur Riung Sinergi Site BRE. Rantau, Kalimantan Selatan: PT Hasnur
Riung Sinergi; 2014.
25. Sholihah Q, Ratna S, Laily K. Pajanan debu batubara dan gangguan pernafasan pada pekerja lapangan tambang batubara. Jurnal Kesehatan
Lingkungan. 2008; 4 (2): 291-311.
pekerjaan, dan psikologi sebagai penyebab kelelahan operator alat Berat
di industri pertambangan batubara. Kesmas: Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional. 2013; 8 (2): 91-6.
8. Kaligis RSV, Sompie BF, Tjakra J, Walangitan DRO. Pengaruh implementasi program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terhadap produktivitas kerja. Jurnal Sipil Statik. 2013; 1 (3) : 219-25.
9. Siyoum K, Alemu K, Kifle M. Respiratory symptoms and associated factors among cement workers and civil servants In North Shoa, Oromia
regional state, North West Ethiopia: comarative cross sectional study.
Journal Health Affairs. 2014; 2 (4): 74 - 8.
10. Zheng H, Patel M, Hryniewicz K, Katz SD. Association of extended shift
work, vascular fuction and inflammatory markers in internal medicine
resident: a randomized control trial. JAMA. 2006; 296 (9): 1049-54.
11. Kandung RPB. Hubungan antara karakteristik pekerja dan pemakaian
alat pelindung pernapasan (masker) dengan kapasitas fungsi paru pada
pekerja wanita bagian pengempelasan di Industri Mebel “X” Wonogiri.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2013; 2 (1).
12. Putra DP, Rahmatullah P, Novitasari A. Hubungan usia, lama kerja, dan
kebiasaan merokok dengan fungsi paru pada juru parkir di Jalan
Pandanaran Semarang. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah. 2012; 1 (3):
7-12.
13. Cahyana A. Faktor yang berhubungan dengan kejadian gangguan fungsi
paru pada pekerja tambang batubara PT. Indominco Mandiri
Kalimantan Timur Tahun 2012 [research article]. Makassar: Bagian
Kesehatan dan Keselamatan Kerja FKM Universitas Hasanuddin, 2012.
14. National Institute for Occupational Safety and Health . Coal mine dust
exposures and associated health outcomes. NIOSH [online]; 2011 [cited 2015 Jan 4]. Available from: www.cdc.gov/niosh/docs/2011-
172/pdfs/2011-172.pdf.
15. Hendryx M, Melissa M. Relations between health indicators and residential proximity to coal mining in West Virginia. American Journal of
Public Health. 2008; 98 (4): 668-71.
16. Mumuya SHD, Bratveit M, Mashalla YJ, Moen BE. Airflow limitation
among workers in a labour-intensive coal mine in Tanzania. Journal of

ESSAY ISMKMI

ESSAY SMKMI
ISMKMI adalah wadah yang paling ideal untuk pergerakan mahasiswa kesehatan masyarakat Indonesia untuk ikut menyuarakan ide dan pemikirannya. Eksistensi ISMKMI akan terus ada selagi kita paham dan mampu menanamkan nilai-nilai masyarakat yang coba kita tanamkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya, mari kita kawal kebijakan kesehatan melalui ISMKMI. 
Pola umum program kerja ISMKMI adalah acuan yang bersifat umum dan mendasar bagi anggota ISMKMI beserta perangkat organissinya yang bertujuan memberikan pedoman penyusunan program kerja secara umum
Arah dan sasaran ISMKMI, yaitu mengembangkan sumber daya manusia, menjalin kerjasama dengan organisasi yang terkait, mengembangkan keilmuan dan keprofesian, melakukan pengabdian masyarakat, serta menyikapi kebijakan pemerintah demi tercapainya peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
ISMKMI terbagi menjadi 4 wilayah. Wilayah tersebut diantaranya: Wilayah I yang mencakup seluruh perguruan tinggi sepulau Sumatera. Wilayah II mencakup perguruan-perguruan tinggi di provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan se-Kalimantan. Wilayah III mencakup seluruh perguruan tinggi yang berada di daerah Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Untuk wilayah IV mencakup seluruh perguruan tinggi yang berada di daerah Sulawesi, Ambon, dan Irian Jaya. . (Universitas Jenderal Soedirman sendiri termasuk ke dalam wilayah III sebagai anggota tetap).
ISMKMI juga memiliki sebuah logo. Dan Logo ISMKMI sendiri memiliki filosofinya. Segitiga sama sisi ialah segitiga epidemiologi, sisi warna ungu mengartikan pengabdian, warna dasar putih bermakna bersih dan suci. Lalu dapat kita lihat terdapat 3 buah bendera Indonesia yang mengelilingi Indonesia, artinya melambangkan anggota ISMKMI terdiri dari institusi Kesehatan Masyarakat dari Sabang sampai Merauke. Lalu di dalam ISMKMI ada tulisan yang berwarna-warni, bukan tanpa sebab tetapi dibalik warna-warni tersebut ada maknanya.
Warna-warna tersebut melambangkan institusi-institusi pendiri dari Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI). Warna merah pada huruf I pertama yaitu almamater institusi pendiri dari Universitas Hasanudin, huruf S berwarna biru gelap yaitu almamater dari Universitas Diponegoro, huruf K berwarna biru gelap juga warna almamater dari Universitas Airlangga, untuk warna hijau pada huruf M dan I terakhir ialah almamater dari Universitas Sumatera Utara, sedangkan untuk warna kuning terakhir bukan dari almamater Universitas Jenderal Soedirman ya, tetapi warna dari almamater Universitas Indonesia. ISMKMI sendiri didirikan di Ujung Pandang, Makassar pada 24 Desember 1991 oleh 5 Institusi yang mewarnai nama dari logo ISMKMI.
Tujuan Umum dari organisasi ISMKMI adalah "Menjalin persatuan dan kesatuan antar Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat se-Indonesia dalam rangka pembinaan Mahasiswa Kesehatan Masyarakat se-Indonesia sebagai insan yang menghayati dan mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam ilmu kesehatan masyarakat" sedangkan untuk tujuan khususnya diantaranya meningkatkan kepekaan dan peranan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat dalam mengkritisi pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan kesehatan masyarakat pada khususnya, dan Meningkatkan peran aktif dalam upaya promotif dan preventif demi mencapai masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat dan produktif. Selain itu juga kita dapat mengembangkan softskills maupun hardskills seperti layaknya di dalam organisasi pada umumnya.
               Keberadaan organisasi - organisasi mahasiswa sebagai penunjang fungsi kemahasiswaan tak pernah lupa memberikan tanggung jawab yang besar dalam mewujudkan tujuan yang tentunya mengarah ke masyarakat. Dan hal ini pulalah yang sangat disadari oleh mahasiswa kesehatan masyarakat yang diwujudkan dalam organisasi Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI). Organisasi yang berdiri atas asas keberagaman namun bersatu dalam visi misi bersama sebagai wadah mahasiswa dalam mengawal kesehatan masyarakat ini seakan semakin penting adanya di tengah-tengah masyarakat. Berbagai kampus dan kader-kader kesehatan masyarakat yang ada di dalamnya dihimpun sedemikian rupa untuk merapatkan barisan dalam mendukung perbaikan kesehatan masyarakat di Indonesia.
               ISMKMI selalu menjadi simbol nyata pergerakan mahasiswa yang menolak apatis terhadap kebijakan yang tak berpihak. Oleh karenanya, tuntutan untuk terus meningkatkan optimalisasi peran ISMKMI terus diproklamirkan. Sebagai wadah pergerakan mahasiswa kesehatan masyarkat, ISMKMI dituntut untuk menyisihkan kepentingan apapun itu selain kepentingan masyarakat bersama. Pergerakan mahasiswa dalam naungan ISMKMI harus berorientasi pada kesesuaian idealisme dengan realitas.
                Keinginan bersama kita tentunya ISMKMI akan menjadi organisasi yang benar-benar didengar oleh pihak pemerintah sebagai teriakan aspirasi mahasiswa kesehatan masyarakat. Jangan sampai ISMKMI hanya memiliki nama besar namun minim sumbangsih di sektor kesehatan. Di era modern ini, mahasiswa juga dianjurkan tidak serta merta hanya menjadi pihak idealis yang hanya tahu mengkritik, namun kita juga dituntut untuk menjadi pihak solutif yang mampu memechkan sebuah problematika yang kita hadapi kedepannya. Maka, sudah sepantasnya terobosan itu tidak mesti harus menunggu, namun terobosan pergerakan harus muncul dari kepekaan sosial dan respon mahasiswa terhadap apa yang terjadi di Indonesia ini.
Mungkin hanya itu sebagian kecil dari penjelasan ISMKMI. Dan untuk lebih lengkapnya lagi kita bisa browsing di internet atau juga bisa bertanya - tanya kepada Divisi Kelompok Kerja di Himpunan Mahasiswa Keluarga Besar Mahasiswa Kesehatan Masyarakat (Himpunan KBMKM) Universitas Jenderal Soedirman.


Jumat, 15 September 2017

TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

Perguruan Tinggi berperan dalam pembangunan Nasional. Tujuan utama pembangunan Nasional adalah pembentukan masyarakat Indonesia yang modern namun tetap berpegang teguh pada Pancasila. Dalam pembentukan masyarakat yang modern ini, Perguruan Tinggi bertugas menciptakan tenaga-tenaga ahli yang memiliki pengetahuan tinggi dan mampu mengembangkan ilmunya melalui teknologi yang akhirnya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Hal tersebut biasa disebut dengan  Tri Darma Perguruan Tinggi.      
      
Tri dharma perguruan tinggi itu meliputi, pendidikan, penelitian dan pengembangan serta pengabadian masyarakat. Ki Hajar Dewantoro yang lebih akrab dijuluki sebagai Bapak Pendidikan Indonesia, mengemukakan bahwa pengertian pendidikan adalah tuntunan tumbuh dan berkembangnya anak. Artinya, pendidikan merupakan upaya untuk menuntun kekuatan kodrat pada diri setiap anak agar mereka mampu tumbuh dan berkembang sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat yang bisa mencapai keselamatan dan kebahagiaan dalam hidup mereka. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi di dalam diri untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Secara umum, pendidikan diartikan sebagai sebuah usaha sadar, real, dan direncanakan dalam sebuah proses belajar dan mengajar untuk mewujudkan kualitas diri peserta didik yang secara aktif mampu mengembangkan potensi di dalam diri agar mereka mempunyai pondasi kuat dalam beragama, berkepribadian baik, cerdas, memiliki pengendalian diri, memiliki pemikiran yang kritis dna dinamis, bertanggung jawab, dan memiliki keterampilan aktif yang diperlukan, baik bagi dirinya sendiri maupun masyarakat. Mahasiswa seharusnya memahami esensi dari definisi diatas tersebut. Mahasiswa dituntut menjadi manusia yang berakhlak baik dan mulia. Tapi masih banyak mahasiswa yang melupakan kodratnya sebagai manusia dan menjadi orang yang berpendidikan. Karena bangsa yang besar bukan hanya membutuhkan sekadar pemuda tetapi pemuda yang berkualitas dan berintegritas. Jika mahasiswa tidak memiliki kualitas dan integritas yang terjadi hanyalah ikut-ikutan, plagiarisme, dan masih banyak lainnya. Jadi pendidikan merupakan kunci utama sebelum mahasiswa terjun ke masyarakat.

Tri Darma Perguruan Tinggi merupakan satu kesatuan yang dalam proses mewujudkannya tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Antara poin yang satu dengan poin yang lainnya akan saling mempengaruhi, tidak mungkin penelitian itu dilakukan tanpa adanya pengetahuan yang bisa diperoleh melalui proses pendidikan. Dan tidak mungkin seorang mahasiswa akan mengabdi kepada masyarakat jika ia tidak mempunyai suatu penemuan yang bisa dimanfaatkan dalam masyarakat. Namun tidak semua mahasiswa mampu melaksanakan ketiga poin dalam tri darma perguruan tinggi, ada kalanya ada mahasiswa yang hanya bisa memperoleh teori saja dari proses pendidikan yang dilakukan tanpa menciptakan suatu penelitian yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Bahkan  ada mahasiswa yang hanya mengejar gelar saja tanpa memikirkan perannya dalam masyarakat.
 
Ketiga tri dharma perguruan tinggi ini adalah suatu satu kesatuan dimana para mahasiswa harus mengetahui dan memahami esensi dari tri dharma perguran tinggi yang akan menjadi mahasiswa adalah produk sukses bagi pendidikan bangsa.

Kamis, 14 September 2017

TROPH 17


TROPH 17 ( The Revolutioner Of Public Health 17)

Yel-yel dan jargon angkatan

Siapa kita?
TROPH!
Siapa kita?
TROPH!
Siapa Kita?
TROPH! TROPH! TROPH!
TROPH 17?
Pelopor Kesehatan, Pemilik Masa Depan!
Seventeen generation?
Bhineka Tunggal Ika

One, Two, One, Two, Three, Four

(Lagu: Meraih Mimpi)

Marilah kita, kita semua
Bersama kita kan menang
Jalani hari dengan berani
Hadapi semua ini

Kita disini dan janganlah kau pergi
Karna kami akan terus bernyanyi

TROPH TROPH!
Kita kan terus bernyanyi
TROPH TROPH!
Takkan berhenti disini
TROPH TROPH!
Ayolah ikut bernyanyi
TROPH TROPH!
Bersama menggapai mimpi  
.......

Who Are You?
TROPH!
Who Are You?
Golden Generation
Who Are You?
The Revolutioner Of Public Health
Yeeeeeee!!!